Saturday, January 31, 2015

Sesosok 'ibu', yang kupanggil 'mama'


Tulisan ini disertakan dalam kegiatan Nulis Bareng Ibu. Tulisan lainnya dapat diakses di website http://nulisbarengibu.com” 


Ibu. Aku merupakan anak perempuan pertama yang lahir dari seorang ibu yang merupakan anak perempuan pertama juga di keluarganya. Aku memanggil seorang ibu dengan sebutan, Mama. Aku selalu menjahili mama dengan memanggilnya umi, bunda, ataupun ibu. Tapi mamaku selalu saja menanggapi bahwa panggilan itu tak pantas untuknya, ia merasa lebih pantas dipanggil dengan sebutan Mama.

Mamaku seorang yang sejak dahulu tomboy (mungkin ini alasan mama tak mau dipanggil selain sebutan mama seperti yang aku sebutkan diatas hihi), mantan atlet dengan beberapa jenis olahraga yang ku dengar awam, banyak ia kuasai. Mamaku seorang yang sangat sederhana, begitupun dari penampilannya, mama tak pernah ambil pusing dalam hal itu, apa yang ia pakai nyaman dan pantas, selama tidak mengganggu kenyaman orang, mama memakainya. Mamaku seorang yang menurutku dan banyak rekannya bilang, adalah seorang yang pintar, mama di beberapa kesempatan bercerita kepadaku bahwa ketika ia masih bersekolah mamaku mendapat juara kelas, menjuarai berbagai lomba-lomba dizamannya juga, tak lupa dia sebutkan, mama jago menyanyi juga. Ini salah satu hobi mama yang menular padaku, aku suka menyanyi, meskipun suaraku tak semerdu dan setinggi mama.

Mama seorang yang mandiri, sejak ia kecilpun. Melihat sosok seorang ibu seperti mama, seharusnya aku bisa mengambil pelajaran dari banyak pengalamannya, aku harus 'lebih' dari pada mama, tapi sepertinya aku 'belum', mamaku selalu menuntutku agar aku lebih baik darinya. Pengalaman hidup mama yang ia ceritakan ketika ia masih kecil hingga ia dewasa lalu menikah dan sampai saat ini mempunyai anak, bukanlah sebuah alur cerita yang sederhana. Mama selalu mengatakan bahwa hidup ini merupakan sebuah ujian, Tuhan menyayangi kita ketika kita diuji, mama meyakinkanku seperti itu, justru sebuah ujian yang Tuhan berikan merupakan bentuk kasih sayang Tuhan untuk hamba-Nya agar terus naik tingkat di hadapan-Nya.

Satu waktu yang berat, yang merupakan ujian terberat untukku dan mama yang pernah kami alami sampai saat ini, adalah ketika aku ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh adik perempuan pertamaku, ketika mama ditinggal pergi selama-lamanya oleh putri kedua kesayangannya. Tak sanggup saat itu keluarga kami menerima kenyataan bahwa adikku harus pergi meninggalkan kami selama-lamanya ketika umurnya yang masih sangat kecil, 6 tahun. Ia pergi karena penyakit demam berdarah yang dideritanya, adikku meninggal disebuah rumah sakit dimana ia di rawat. Bagaimana ada seorang ibu rela putri kecilnya, buah hatinya, meninggalkan ia untuk selama-lamanya dalam waktu secepat itu. Sejak kepergian adikku itu, mama selalu mudah kaget dalam hal sekecil apapun dan hal sesepele apapun yang terjadi dirumah. Aku sering bertanya pada mama, mengapa mama harus begitu kaget, padahal itu hanya sebuah suara piring terjatuh atau aku, adik, dan papaku berteriak kecil karena tersandung sesuatu, misalnya. Mungkin mama masih terus teringat dengan gerak-gerik dan kebiasaan adik kecilku dirumah ketika ia masih hidup, masih terus terbayang dimatanya, mama selalu ingat akan kenangan manis bersama almarhumah adikku. Aku sangat mengerti mama, mama masih terus trauma semenjak kejadian itu. Trauma mama hilang perlahan ketika Allah SWT menurunkan kembali satu anak laki-laki ke dunia untuknya, adik kecilku kini yang berusia 3 tahun. 



Mama seorang yang kuat dalam pandanganku selama aku hidup bersamanya kurang lebih sudah 19 tahun ini. Mama seorang yang cekatan, gesit dalam melakukan segala hal, seorang yang pintar memasak (padahal mama masih cukup tomboy rupanya sampai saat ini), ia bisa melakukan semua hal termasuk membenarkan kabel listrik dirumah yang putus, mama bisa membenarkannya hingga kembali benar dan peralatan tersebut bisa dipakai kembali. Aku takjub melihat seorang mama seperti mama, aku sering merenung apa aku bisa menjadi seorang mama seperti mama nanti ketika aku sudah berkeluarga. Aku meyakinkan diri, bahwa aku bisa, aku harus berlatih, bukan hanya meyakinkan diri.

Kata-kata yang tak pernah mama lupa ucapkan padaku, terutama ketika melihatku berleha-leha
"Jangan pernah kamu membuang-buang waktu, waktu itu berharga, lakukan sesuatu." Tegasnya.
Memang, aku tak pernah melihat mama berleha-leha, tidak pernah. Mamaku, mama yang selalu maksimal dengan segala aktivitasnya di setiap waktu.

Mama bukan seorang yang lembut, namun mama seorang yang tegas dan penuh cinta.
Mama bukan seorang bidadari, namun mama dimiliki oleh kami sebagai seorang bidadari.
Mama bukan seorang petuah, namun mama seorang teladan yang baik.

Aku cinta mama selamanya, meskipun mungkin mama tak percaya bahwa aku bisa menulis cerita untuknya, karena mungkin aku adalah seorang anak yang masih sering ngeyel sama mama, anti so sweet sama mama. Tapi percayalah mama, cinta yang besar aku miliki buat mama. Love you mama, aku sayang mama.


No comments:

Post a Comment